"Kamu tahu kan kalau aku tak akan segan menikahimu, tapi..."
"Ya kamu pun tahu kenapa itu tidak mungkin." Dan kami pun saling mengendikkan bahu. Diam sejenak menata kembali suasana. Tidak se-drama itu juga sebenarnya karena masing-masing tak ada rasa yang terlalu mendalam.
Dia kawanku, tergolong baru. Belum juga satu tahun mengenal. Jujur, awalnya aku risih karena dia sering mengirim joke joke yang aku tak paham dan terlalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadiku. Tapi anehnya, aku tanggapi saja saat itu. Eh wajar juga sih, karena jarang-jarang ada orang baru agak awet ngobrol (hitungan bulan) denganku. Lambat laun, kumulai menyadari ternyata banyak kesamaan diantara kita berdua yang sebelumnya aku tak sadar. Sebaliknya, dia sangat tertarik untuk terus mengajakku ngobrol sejak pertemuan pertama. Dia tak menyangka di balik penampilanku, yang hanya nampak wajah dan telapak tangan, ternyata aku bisa diajak bicara.
Dari yang tadinya risih, lama-lama kumulai tertarik dengannya, satu langkah lagi untuk mencapai level 'suka'. Maka, istikharahlah yang menjadi andalan. Namun, semakin banyak istikharah, kumerasa ia semakin jauh. Kemudian ada rasa sedikit drama di diri ini. Hingga akhirnya menjelang malam itu, aku kembali meminta Sang Pemilik Hati menunjukkan jalan dan memohon agar tak ada rasa sakit hati dan drama-drama lagi.
"Ya kamu pun tahu kenapa itu tidak mungkin." Dan kami pun saling mengendikkan bahu. Diam sejenak menata kembali suasana. Tidak se-drama itu juga sebenarnya karena masing-masing tak ada rasa yang terlalu mendalam.
Dia kawanku, tergolong baru. Belum juga satu tahun mengenal. Jujur, awalnya aku risih karena dia sering mengirim joke joke yang aku tak paham dan terlalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadiku. Tapi anehnya, aku tanggapi saja saat itu. Eh wajar juga sih, karena jarang-jarang ada orang baru agak awet ngobrol (hitungan bulan) denganku. Lambat laun, kumulai menyadari ternyata banyak kesamaan diantara kita berdua yang sebelumnya aku tak sadar. Sebaliknya, dia sangat tertarik untuk terus mengajakku ngobrol sejak pertemuan pertama. Dia tak menyangka di balik penampilanku, yang hanya nampak wajah dan telapak tangan, ternyata aku bisa diajak bicara.
Dari yang tadinya risih, lama-lama kumulai tertarik dengannya, satu langkah lagi untuk mencapai level 'suka'. Maka, istikharahlah yang menjadi andalan. Namun, semakin banyak istikharah, kumerasa ia semakin jauh. Kemudian ada rasa sedikit drama di diri ini. Hingga akhirnya menjelang malam itu, aku kembali meminta Sang Pemilik Hati menunjukkan jalan dan memohon agar tak ada rasa sakit hati dan drama-drama lagi.